Search

^ . . . Untuk Imam, 3 . . . ^

Binar mata itu tulus…..setulus mentari menghangatkan pagi….sementara wajahnya tertunduk penuh harap..seperti terdakwa yang sedang menanti putusan hakim….Namun dia harus sedikit bersabar………

Aiihh, Aku jadi geli melihatnya. Sekaku itu rupanya menyampaikan niat yang notabenenya baik.
Terpaksa aku angkat bicara, hitung-hitung mencairkan suasana. Sikawanpun menanggapi dengan candaan. Seyogianya canda itu ku respon dengan tawa ringan. Tapi kenyataannya, sesuatu malah berbulir disudut pipiku.

Ia tidak salah, sungguh ia tak tau apa-apa.

                                                ***************
Ku tulis cerita ini sebagai pembuka suratku untukmu, Imam. Ini kisah yang ku alami tadi siang. Maaf jika aku setiap minggu menuliskan surat untukmu. Ku mohon jangan jenuh.

Kulanjutkan cerita tadi,
Tiba-tiba saja candaan itu bermuara pada sesosok perempuan yang kukasihi. Sekilas terasa sepele. Tapi pengaruhnya begitu dahsyat ke sendi jiwaku. Sigap aku berdiri, lalu berlari kecil kearah dapur. Disana, kubiarkan  bening itu menetes bebas.

Ah! perasaanku terlalu halus. Melebihi halusnya beludru mungkin.

                                                         *&*&*&*&*&*&*&*&*

Imam, aku memang tidak sendiri. Wajah-wajah polos adikku adalah penyemangatku sekaligus hiburanku. Saudara sekandung ayah bundaku tiada henti bertanya kabarku. Bahkan rekan-rekan sejawat merekapun sering menyinggahiku di kota ini, sekedar ingin tahu keadaanku. Tapi tetap saja hatiku mencari sesuatu, yaitu Kau, Imam. Bagaimanapun aku ini adalah pecahan dari ragamu. Aku rindu asalku. Saat ini, aku sudah ingin segera kembali ke tulang rusuk kirimu, Imam…..Izinkanlah….!!

Sudah sampai dimanakah engkau mencariku???

Tidak ada komentar

Posting Komentar