Search

^_Untuk Imam, 22_^


Ini tentang ketenangan hati, juga jiwa, Mam. Nafsul Muthmainnah. Belakangan aku mendapati jiwaku dikerubungi risau yang tak kumengerti. Risau yang entah. Risau yang seolah sengaja menyeretku pada kepingan masa lalu. Menghubungkanku dengan orang-orang yang tak lagi berpijak di bumi, juga dengan seseorang yang sudah lama tak berkabar.

Aih..!! Risau itu kian menghentak-hentak tepat ketika aku menubruk dermaga yang kiranya semu. Hampir saja aku karam seperti kapal Titanic yang malang menubruk bongkahan es di tengah lautan. Syukurnya aku mampu menyimpul kekuatan tuk kendalikan kemudi, sehingga diriku bisa terselamatkan.

Sampai surat ini kutorehkan, risau itu belum jua mau pergi. Bahkan semakin garang saja menggelayuti ruang jiwaku. Jangan kau pikir aku lupa pada kalam Tuhan, Mam. “alaa bidzikrillaha tathmainnul qulub.” Tidak. Sama sekali tidak. Bahkan mushafku lembab oleh titik-titik air mata saat melafalkan pesan-pesan cintaNya. Ah, entahlah. Aku benar-benar tak mengerti.

Katakan sesuatu padaku, Imam…


Jelang senja, 23022013.

Tidak ada komentar

Posting Komentar