Search

^ . . . Untuk Imam, 27 . . . ^




Mungkin hari ini panas yang ketujuh sejak aku menginjakkan kaki di kota ini 3 minggu lalu. Kau tau, Imam? Aku serasa berada di negara bermusim dingin. Jangankan mandi dua kali sehari, memijak lantai saja kakiku gamang. Lantai-lantai seolah ditaburi serbuk es dari kutub. Air kran seolah dialirkan dari mesin pendingin raksasa yang tertanam di tanah. Membuatku bergidik tiap kali berwudhu atau pun melakukan kegiatan domestik dapur yang tak terelakkan dari air. Ditambah pula dengan hujan yang terlalu doyan mampir ke sini, membuatku akrab dengan aroma tanah basah sepanjang hari. Padahal ini masih Juli kan ya?

Baiklah, usah terlalu membayangkan kota ini, sebab suatu saat kau pasti akan kuajak kemari. Atau jangan-jangan kau…………… Ahhaaa…. :-)

Imam, ada yang berbeda dengan ramadhanku kali ini. Pertama, ini ramadhan perdana kujalani di kota yang jaraknya beribu-ribu kilometer dari desa muasalku. Tentu banyak hal yang berbeda dari yang biasa kujalani di sana, di Tanah Batak. Betullah kata pepatah, “jauh berjalan banyak dilihat, lama hidup banyak dirasa”.

Kedua, soal hati. Isinya komplit. Berbagai jenis rasa ada di sana. Akan kuurai padamu satu-satu, Mam. Aku sedang “iri” pada beberapa orang. Bukan, bukan aku tak bisa seperti mereka. Ini hanya soal waktu, nomor antrian dan dokumen rahasia. Untuk mengimbanginya, aku harus ekstra mengkonsumsi vitamin S, “Sabar”.

Pada bilik hati yang lain, ada sedih yang merajai. Tentang wanita terkasih, jua tentang peristiwa 10 hari yang lalu, peristiwa yang menghadirkan dialog panjang di balik dadaku hingga kini. Jangan kira aku tak ingin segera menuntaskannya. Tapi aku hanya wanita yang telah lebih dulu menuliskan inginnya.

Ada juga rasa bersalah, takut dan khawatir berbaur jadi satu di sisi hati berikutnya. Tentang perjuangan wanita yang separuh pikirannya tertuju padaku. Wanita yang dirinya sudah seperti sales demi diriku yang mungkin belum dewasa ini. Maafkan aku, ti. Semoga ridho dan berkah allah selalu melimpahimu. Soal perjuanganmu, semoga segera menemukan muaranya.

Oh, ya…keasyikan bercerita, aku hampir lupa menanyakan kabarmu, Imam. Kuharap kau selalu bugar, ceria dan tak berputus asa. Pun dengan iman, semoga selalu memayungimu. Bergegaslah, agar kau segera sampai.

Curup, 16 Juli 2013.

Tidak ada komentar

Posting Komentar