Search

Balada Guru Galau


“Apa kau yakin bisa menghadapinya lantas bertahan?”

“Segalanya bisa dicoba”

“Tapi kau sudah lihat bukan, betapa keras kepalanya mereka?”

“Itu artinya aku harus lebih banyak mengurut dada”

“Yakin bisa menaklukkan mereka?”

“Yakin”

“Caranya?”

“Aku harus menjadi sosok yang menyenangkan. Ya, menyenangkan. Jika mereka senang, pasti takluk.”

“OK, fine!”

Begitu lah pertarungan batin saat hari kedua aku mengajar di salah satu Madrasah Ibtidaiyah Swasta di kota berhawa sejuk ini, Curup. Sebagai wanita manis yang punya frekuensi menghayal cukup tinggi, aku serasa jatuh ke empang saat menghadapi kenyataan bahwa krucil-krucil di sekolah ini sungguh tak seindah yang kubayangkan.

Memang, ini kali kedua aku menjajakan ilmu di SD, setelah yang pertama kalinya mengabdi aka PPL di SD Lubuk Cemara, Perbaungan-Sumut tahun 2009. Kala itu sih aku merasa tak ada problem, sebab aku dan kawan-kawan diperlakukan istimewa, persis kami ini bak ratu masuk kampung. Assoyy..!!

Setelah meloloskan diri dari almamater, aku memilih SMA Binalita Sudama sebagai tempat berlabuh. Tentu saja bersama mereka sedikit menyenangkan. Sebab mereka adalah individu yang multifungsi; yang utama tentu sebagai siswa, di lain waktu dan situasi mereka bisa jadi adik bahkan teman yang bisa diajak kompromi. Yang pasti, pemahaman mereka terhadap instruksi agak sedikit terkoordinir.

Lantas, saat masa harus membawaku ke tempat ini, aku berbenah. Mereka adalah anak-anak yang sebetulnya luar biasa. Punya imajinasi dan kecerdasan istimewa, sekaligus bertingkah laku yang cukup over. Aku tak hendak menyebutnya “bandel”, meski kenyataannya aku harus merelakan pita suara terporsir untuk ini.

Sejak awal, aku memang sudah diberi tahu oleh kepsek sekilas tentang wajah sekolah ini. Maka dari itu aku menyusun strategi agar saat pandang pertama mereka jatuh cinta pada diriku nan manis imyut kiyut lagi menawan ini. *hasyaaah!* :D

Dan tepat! Di hari pertama ada kesan mereka benar-benar jatuh cinta. Sayangnya, aku juga menemukan gejala-gejala mengerikan. Aku tak ingin marah-marah apalagi berlaku kasar pada mereka, sebab aku paham betul bahwa ketika seseorang dikasari, mereka justru akan berontak. Bisa lebih gila lagi sikapnya. Apalagi mereka anak-anak yang sedang gencar-gencarnya cari perhatian.

Maka aku putuskan menanggapi mereka dengan cara yang ahsan, sambil membelai rambut dan merangkul bahu mereka setiap kali member peringatan. Efeknya cukup positif memang. Tapi ya itu tadi, hanya berlaku sepersekian detik saja. Sesudah itu, aku harus banyak mengurut dada dan berzikir, agar setan tak sanggup hinggap.

Ada bisikan yang meminta agar aku ‘tegas’ (dalam artian judes, melotot dan sejenisnya). Namun belajar dari pengalaman dan pengamatan, semakin dikejamin ya semakin menjadi-jadi. Sama sekali gak ngaruh. Jadi ya balik lagi deh, cara yang ahsan, yang bisa melembutkan hati.

Mungkin cara ini butuh waktu, tapi bagi mereka yang berpandangan berbeda malah menganggap aku tak mampu menguasai kelas. Cemana gak galau coba? But, overall, of course I’ll do my best.




Tidak ada komentar

Posting Komentar