Hari ketiga...
Masih sama, belum jua ada kabar apakah ia bersedia menikah di Barus
atau tidak. Yang pasti Lati sudah berpesan, “nanti sore ngajar tempat Bu Sinar
gak usah tanya-tanya tentang itu. ngajar saja seperti biasa”.
Aku meng-iya-kan, sebab aku pun agak sungkan menanyakannya. Mungkin
dia keberatan dan sedang berpikir bagaimana menyampaikan dengan bahasa yang
santun dan mundur teratur. Hehehe..
Saat matahari mulai merendah, aku berangkat ngajar dengan hati yang
bergemuruh. Sampai di daun pintu, aku mengucapkan salam. Bu Sinar yang ternyata
sedang duduk di dekat pintu sambil asyik masyuk teleponan langsung meletakkan
jari tengahnya di bibir, memberi isyarat agar aku diam sejenak. Aku menurut
saja. Ia memandangku sambil mengucapkan satu kata tanpa suara. Aku bisa
Aku menuju ruang tamu. Lelaki itu, ibu Sinar dan suaminya sudah duduk disana, ditemani Pak Cik dan Lati. Dengan malu-malu kutangkupkanlah ta...
Seperti yang sudah dijanjikan, ibu itu memberikan poto seorang lelaki padaku. Perlu kuperkenalkan, dia adalah Ibu Sinar, seorang pegawa...
Saat itu usiaku sudah 27 tahun, dan aku masih sendiri. Jangan ditanya apakah aku tidak galau perkara jodoh. Mungkin lebih dari itu, aku...
Ah, waktu.. Aku tak merasakan gerak geriknya. Tapi nyata, ia selalu membawaku pada masa yang berlainan. Seperti hari ini, hari di mana ...
Langganan:
Postingan (Atom)