Bismillahirrahmanirrahim
Semua kita tentu pernah bertamu, baik bertamu ke rumah saudara, teman, maupun bertamu sebagai tamu undangan sebuah hajatan seperti pesta pernikahan, khitan atau sekedar arisan. Sebagai tamu yang baik, ada adab-adab yang perlu dipahami agar kita tidak sampai menyakiti tuan rumah. Dari sekian adab-adab ini, saya hanya ingin menekankan kembali satu adab yang sering kita abai. Ialah adab mencicipi hidangan tuan rumah.Kawan, saat tuan rumah menghidangkan makanan atau minuman, sebutlah kita sedang bertamu ke rumah seseorang, makan dan minumlah selayaknya. Misal, tuan rumah hanya menghidangkan teh atau air mineral cup, maka minumlah sampai habis. Jangan sekali-kali kita pamit pulang dengan meninggalkan sisa minuman. Itu minuman di beli oleh tuan rumah. Apalagi air cup yang harganya memang hanya 500 rupiah, tapi kita tidak pernah tau ternyata 500 rupiah itu berharga sekali bagi tuan rumah untuk menggenapi uang sekolah anaknya misalnya. Tapi demi memuliakan tamu, ia bela-belain membelikan minuman itu.
Demikian juga teh, kopi atau syrup, itu semua dibeli. Maka habiskanlah. Siapa yang akan meminum sisanya coba? Pasti akan berujung ke pembuangan sampah, dan bertepuklah syaitan karena kita terlah memubazirkan sesuatu. Kalo kita tidak terlalu haus, minumlah sedikit lalu sisa air cup nya dibawa pulang. Jika tidak suka? Maka katakanlah dengan santun bahwa kita tidak minum kopi dengan terlebih dahulu meminta maaf, mintalah ganti sesuai yang kita mau. Air putih saja misalnya.
Lantas saat arisan, aqiqahan, kondangan pernikahan? Ini yang paling sering terjadi. Banyak sekali yang saat mengambil hidangan prasmanan lebih mengedepankan nafsunya ketimbang kapasitas perutnya. Liat yang tersedia rasanya semua pengen dicicipi. Akhirnya piring menggunung. Begitu makan, ternyata rendang masih utuh tak terjamah. Gado-gado masih bersisa, kuah sop masih membanjir, dan nasi tersisih separuh. Saat petugas mencuci piring di belakang panggung, sisa makanan hampir satu saringan besar. Padahal yang datang kondangan jam 1 sudah tidak kebagian lagi lauk pauknya. Hanya mengais-ngais kuah dan sisa-sisa daging. Andai saja semua tamu-tamu sebelumnya makan sesuai porsinya, pastilah yang dtaang belakangan tetap kebagian nikmatnya hidangan. Dan lagi-lagi, syetan bertepuk gemuruh. Berhasil menjerat makhluk tuhan ke dalam genggamannya. MUBAZIR.
Bagaimana jika hidangan hajatan bukan prasmanan, tapi dihidangkan seperti di acara-acara do’a rumahan, pengajian atau arisan? Maka lihatlah dulu porsinya sebelum dimakan. Jika kira-kira tidak bakal terhabiskan, mintalah piring lain untuk dibagi dua. Katakan dengan lembut bahwa kita memang sedang tidak terlalu lapar. Dari pada mubazir, lebih baik mencicipi sedikit saja, untuk menghargai yang punya hajat.
Maka mulai hari ini, berazzamlah dalam diri bahwa kita akan meminimalisir kemubaziran. Yang selama ini telah kita lakukan, mohonkanlah ampun pada Allah. Saya, kamu dan kita semua tentu pernah bersikap demikian saat bertamu. Semoga ke depan kita lebih bisa menghargai makanan dan jerih payah tuan rumah.
”Sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah saudaranya syaitan. Dan syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (Al-Isra: 27)
#menulis untuk mengingatkan diri sendiri
semua yang kita lakukan harus beradab, mantap artikelnya, semangat bun
BalasHapus