Search

Sofian, Pelopor Puspa Langka Bengkulu

Pelopor Puspa Langka Bengkulu

”Miris rasanya, Mbak, melihat kenyataan bahwa orang asli Bengkulu saja masih sangat banyak yang belum pernah ketemu Rafflesia”

Kemirisannya itu seketika menjalar ke palung hatiku. Aku pun bernasib sama. Ingatanku berkelabat ke kampung halaman tercinta. Barus Kota Bertuah, Sebuah kota kecamatan di pojok Sumatera Utara sana, tepatnya di Kabupaten Tapanuli Tengah. Makam Papan Tinggi dan puluhan makam aulia lainnya menjadi bukti sejarah yang tak terbantahkan. Wangi kayu kamfernya tercium hingga ke cuping hidung Persia. Tapi sayang, rakyat Indonesia sendiri banyak yang tak mengenalnya. Bahkan aku sebagai putri daerah pun tak sempat memeluk kayu kamfer gagah menjulang dan wangi itu. Musabab apa? Bersebab kayu-kayu kamfer itu telah ditebangi untuk diambil serbuknya, dan dibawa ke berbagai penjuru negeri khususnya jazirah Arab. Konon, memumikan Fir’aun pun pakai serbuk kamfer dari Barus. Ialah yang kita kenal Kapur Barus. Sedangkan kayunya digunakan masyarakat untuk membuat rumah, perabotan dll. 

Satu keberuntungan yang kudapatkan adalah, walau tak sempat melihat langsung pohon kamfer itu seperti apa, tapi serbuk aslinya bisa kuhirup di awal tahun 2012 silam. Saudaraku yang masih kupanggil kakek merupakan seorang tokoh masyarakat yang paling tau tentang sejarah Barus. Ternyata ia masih menyimpan wewangian kapur Barus itu dalam sebuah botol kecil. Sungguh girang tak terkira aku saat itu. Setidaknya rasa penasaranku akan kekayaan alam tanah kelahiran tercinta bisa terobati. Begitu tutup botol dibuka, Masya Allah, wanginya khas dan menusuk sekali. Kalah jauh dari wangi kapur Barus sintetis yang beredar di pasaran saat ini. Wajar saja jika ia dulu jadi primadona para pedagang Arab dan Persia. Amboi....

”Bahkan ketika ada Rafflesia mekar, ada saja tangan-tangan jahil yang merusak kelopak bunganya hingga ke inang-inangnya”. 

Kalimat bang Fian ini membuyarkan lamunanku soal Barus tercinta. Aku kembali fokus mendengarkannya bercerita, betapa sebagai putra Bengkulu asli ia sangat bangga dengan puspa daerah yang tersohor ke pelosok negeri hingga manca negara ini. Hingga akhirnya ia berpikir keras bagaimana caranya agar masyarakat bisa teredukasi soal bunga Raflesia ini, sehingga tumbuh rasa cinta dan sayang semua orang terhadapnya, sehingga habitat bunga ini tidak punah begitu saja. 

Terbentuknya Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL)

Keresahan bang Fian soal Rafflesia tidak hanya sebatas warga pribumi yang masih banyak belum pernah ketemu langsung, namun juga soal banyaknya yang salah kaprah dengan menganggap bunga Rafflesia sebagai bunga bangkai. Alamak, untuk yang satu ini aku juga termasuk korbannya, Bang! Yang kutau, bunga Rafflesia itu adalah bunga yang baunya busuk sekali, bahkan jika dicium dari dekat, seakan ada magnet yang menarik kita ke dalamnya. Ampuuun! Aku pun entah termakan mitos dari mana. 

Hingga akhirnya Allah izinkan aku ketemu langsung dengan bunga langka ini di penghujung 2014 silam. Waktu itu aku masih tinggal di Curup, kota dingin yang memiliki waktu tempuh ke kota Bengkulu sekitar  2 sampai 3 jam. Tanggal 30 Desember 2014, aku janjian dengan teman untuk bertolak ke Bengkulu. Bukan untuk tahun baruan, tapi hanya demi menonton film Assaamu’alaikum Beijing yang tayang di tanggal 31 Desember. Maklumlah, di Curup gak ada bioskop. Jadi terpaksa ke kota untuk mewujudkan keinginan ini. 

Aku dan Dije, begitu aku memanggil temanku ini, berangkat siang hari naik motor matic. Dengan tas ransel dipunggung, kami berangkat dengan riang gembira. Saat memasuki kawasan ‘gunung’ alias hutan lindung di Bengkulu Tengah, tetiba mataku melihat sebuah spanduk besar bertuliskan RAFFLESIA MEKAR.  Aku mengajak Dije untuk berhenti. Gak mau dong aku melewatkan kesempatan emas ini. Andai saja kami naik travel, pasti kami gak bisa mampir. Kapan lagi coba melihat Rafflesia yang sesungguhnya. Bukankah itu impianku sejak lama? Bahkan sejak adanya wacana tentang Bunga Rafflesia di buku pelajaran sekolah dulu?

Yess! Gayung bersambut gaes. Dije setuju untuk berhenti, sebab katanya dia juga seumur-umur belum pernah liat si Raffles secara langsung. Padahal ia lahir dan besar di provinsi ini lho. Ckckckck...

kami parkirkan motor di tempat yang sudah disediakan. Dan, oh... ternyata aku belum bisa langsung memeluk bunga itu begitu turun dari motor. Kiranya ia mekar nun jauh di hutan bawah sana. Butuh perjuangan menuruni hutan hingga puluhan meter ke bawah. Aku berpikir sejenak. Agak ekstrim memang. Tapi kepalang tanggung, ya sudahlah, gaskeun!

Kami membayar sebersar 5 ribu rupiah perorang kepada ‘panitia’ Rafflesia mekar ini. Gak masalah sih bagiku waktu itu, sebab dengan 5 ribu itu kita sudah mendapatkan pendampingan untuk menuruni hutan. Panitia sudah membuat pancang kayu di sepanjang jalur menuju bunga mekar ini. jadi dipastikan begitu mau balik ke atas, Insya Allah gak akan tersesat. 

Dengan peluh dan kaki yang sudah pegal sana sini, akhirnya kami tiba di tempat tujuan. Mataku liar dan berbinar banget mendapati 4 buah Rafflesia Arnoldi yang diameternya gak bisa kutebak. Besar pokoknya. Warnanya merah dan berbintik-bintik. Dan begitu kusentuh, tekstur kelopaknya ternyata lembut. Tetiba aku ingat mitos bau bangkai dari bunga ini. Aku gak berani menundukkan sedikit kepala mengarah ke bunga ini. Takut ditarik dan aku gak kembali lagi. Oh, no!

pose Dije. aku mana? yang motoin dong. haha..
poto diriku bersama Rafflesia ini ada di laptop lama
 yang kini rusak. hikss..hanya poto ini yang masih bisa diselamatkan.

Namun lama kelamaan aku sadar, kok dari tadi aku gak mencium bau apa-apa sama sekali. Wangi tidak, bau apalagi. Trus kutengok para pengunjung yang lain, anteng aja berpoto ria bahkah meluk-meluk tuh bunga. Hah? Gak kenapa-kenapa tuh orang. Akhirnya kuberanikan diri mendekat, memegang, lalu mencium lebih dekat. Ya Allah, beneran gak ada baunya sama sekali. Alhasil, aku cekrak-cekrek dong, mengabadikan momen langka yang belum tentu terulang kembali. Aku dan Dije gantian ngambil motretnya. 

Nah, kembali lagi kepada keresahan bang Fian. Lelaki yang bertugas sebagai ASN di LPMP Bengkulu ini kian kesal pada saat Rafflesia mekar. Nyaris tak satu pun media utama di Bengkulu memberitakan soal ini. Jadi bisa dibilang ketemu dengan Rafflesia itu untung-untungan. Jika kebetulan lewat dari kawasan hutan lindung di Kecamatan Taba Penanjung misalnya, lalu ada tulisan Rafflesia mekar, disitulah orang itu punya kesempatan. Sama kayak aku dan Dije itu. Bahkan sangkin excitednya aku, kukabarkan segera kepada keluarga di Curup kalo aku sudah ketemu Rafflesia. Responnya? Wah, hebat. Kami aja sudah tinggal di provinsi Bengkulu ini sejak tahun 90-an, belum pernah lihat sama sekali. Duh, merasa menang banyak aku tuh, Nurlela! Hehe...

Minimnya informasi, pun publik yang kurang teredukasi inilah yang membuat lelaki supel dan  mudah senyum ini terniat untuk mengajak kawan-kawannya membentuk komunitas peduli puspa langka. Syukurnya teman-temannya menyambut baik, hingga akhirnya 18 Desember 2010 terbentuklah Komunitas Peduli Puspa Langka di Provinsi Bengkulu yang berasal dari berbagai unsur elemen masyarakat, ragam usia, pendidikan, dan disiplin ilmu, serta berdiri secara swadaya dan mandiri. Dan tentu saja, bang Fian didaulat sebagai ketua komunitasnya. Selamat bang Fian, dkk.


Mengulik Tuntas Rafflesia dan Bunga Bangkai

Penasaranku soal tidak baunya bunga Rafflesia Arnoldi saat ketemu dulu terjawab di akhir tahun 2021 ini, tentu saja melalui perbincangan langsung dengan bang Sofian. Kenyataannya, anggapan kalo Rafflesia itu bunga bangkai adalah salah besar. Yang disebut bunga bangkai itu adalah bunga Kibut, atau Amorphopallus Titanum. Semenjak Rafflesia dinobatkan sebagai Puspa Nasional, maka yang menjadi puspa khas daerah Bengkulu ini adalah bunga Kibut ini. Jika Rafflesia tumbuh di kawasan hutan lindung dengan suhu yang tidak terlalu dingin dan tidak pula terlalu panas, maka bunga Kibut ini bahkan bisa tumbuh di halaman rumah. So, jangan salah sebut lagi ya, guys!

Bunga Bangkai (Kibut) yang sesungguhnya


Waktu Mekar

Kalau dulu sih aku taunya Rafflesia mekar hanya sekali dalam 14 bulan, dan mekarnya pun gak lama. Hanya sebatas 10 hari, lalu ia akan layu dan membusuk. Ternyata tidka begitu. Bahkan Rafflesia bisa mekar setiap bulan dan silih berganti di seluruh wilayah provinsi Bengkulu, mulai dari Kabupaten Muko-Muko hingga Kaur. Patutlah jika Provinsi Bengkulu merupakan daerah endemik Rafflesia. “Jika dirata-ratakan setahun bisa mekar 500 kuntum ditempat yang berbeda”, ujar bang Fian. 

Jenis-Jenis Rafflesia

Yang tau bahwa Rafflesia hanya Rafflesia Arnoldi saja mana suaranya? 

Toss! Kita samaan. Aku pun taunya cuma Rafflesia Arnoldi. Rupanya tidak, Kisanak. Bang Fian menuturkan bahkan ada 27 jenis Rafflesia di dunia, 5 di antaranya ditemukan di Bengkulu. Mereka ialah Rafflesia Arnoldi, Rafflesia Gadutensis, Rafflesia Hasselti, Rafflesia Bengkuluensis, dan Rafflesia Kemumu. Mari kita perhatikan bersama bentuknya. Sungguh berbeda rupa hingga ke bintik-bintiknya. Namun yang memiliki ukuran paling besar ialah Rafflesia Arnoldi yang diameternya bisa mencapai 1 meter. 

Jenis-jenis rafflesia
kamu suka yang mana?

Habitat Rafflesia

Kenyataannya, Rafflesia ini semakin jauh lokasinya, ukurannya juga semakin besar. Jika jaraknya dekat, biasanya diameter bunga yang mekar dikisaran 40 hingga 50 cm. Namun jika tumbuh hingga 500 meter hingga 1 kilometer ke dalam hutan, diameternya bisa mencapai 90 hingga 100 cm. Mengapa demikian? Karena Rafflesia itu butuh ekosistem yang lembab, ada aliran sungainya, tertutup oleh pohon-pohon hutan yang rapat, dan sinar matahari yang masuk juga tidak terlalu terik. Cukup menyinari dari celah-celah daun dan pepohonan yang tinggi. Sungguh, banyak sekali ilmu yang kudapat tentang Rafflesia dari pertemuan dengan bang Sofian ini. 


Kiprah KPPL Sepanjang Satu Dekade

Semula, KPPL memulai gerakannya melalui media sosial berupa facebook. Maklum saja, saat KPPL terbentuk di tahun 2010, media sosial yang lagi booming saat itu adalah hanyalah facebook. Personilnya juga baru 4 orang. Di akun tersebut, KPPL memuat informas kapan dan dimana masyarakat bisa melihat bunga Rafflesia mekar, jenis Rafflesia apa yang tumbuh, apa saja hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat melihat Rafflesia ini mekar. KPPL juga melakukan edukasi dan kampanye konservasi seputar puspa langka kepada masyarakat. 

Pelan-pelan, KPPL menggandeng masyarakat setempat untu bersama-sama menjaga setiap Rafflesia yang mekar, khususnya mengawal pengunjung agar tidak sampai merusak saat sesi foto. Selain itu, KPPL juga meminta untuk menyisihkan sebagian sumbangan dari pengunjung untuk menjaga kelestarian Rafflesia. 

“Biasakan ya, kalo Rafflesia mekar ada saja yang memanfaatkannya jadi pendapatan dadakan”, kata ayah Amora ini tersenyum.

Selain edukasi dan sosialisasi, bang Sofian bersama rekan KPPL yang tergabung juga melakukan aksi simpatik kampanye “Save Rafflesia”pada Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional serta ikut berpartisipasi pada even pameran lingkungan. Pun sekaligus melakukan pendataan dan mendokumentasikan puspa langka yang mekar. 

Sebagian poto-poto puspa langka itu juga diunggah di akun media sosial bang Fian. Kecintaannya pada fotografi juga membuat bidikannya menjadi begitu mengesankan, sehingga banyak yang menyukai. Bahkan poto-poto dirinya bersama Rafflesia di Bengkulu dibuat menjadi cover sebuah buku tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Rafflesiaceae 2019-2025. Tentu saja KPPL terlibat dalan penyusunan buku ini dong. Bahkan bang Fian juga mulai dilibatkan sebagai pembicara pada Lokakarya Nasional Penyusunan dan Rencana Aksi Konservasi Rafflesia  dan Amorphopallus. Warbiyasah...!! 

Oh ya, tak luput juga KPPL melakukan pembibitan tanaman inang Rafflesia dan Amorphallus Titanum alias bunga Kibut di kawasan hutan yang ada di Provinsi Bengkulu. Semua kegiatan ini dilakukan swadaya, dan pendanaan melalui penjualan merchandise KPPL. 

Terus bertumbuh dan melejit, mendapat apresiasi pula dari masyarakat dan para pecinta lingkungan, maka saat ini KPPL telah terbentuk dan sudah memiliki di seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu, yang jika dijmlahkan anggotanya sudah mencapai 100 orang. Hebat!

Pada 29 November 2019, KPPL juga resmi menjadi anggota Forum Daerah Aliran Sungai Bengkulu periode 2019-2024. 

Sangkin gigihnya bang Sofian, lelaki kelahiran 1983 ini sekarang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Sofian Rafflesia. Alahai, perlu motong kambing gak nih bang untuk tambahan nama itu? Hehe... eksistensinya dalam mengawal dan menjaga Rafflesia di Bengkulu sudah tidak diragukan lagi. 

Menjadi Penerima SIA Award Provinsi

Meski belum tembus SIA Nasional, setidaknya bang Fian telah berjuang mengenalkan KPPL dikancah provinsi. Terbukti dari berhasilnya ia menaklukkan hati dewan juri saat mempresentasikan kegiatan KPPL  serta pencapaian-pencapaian yang telah diraih. Pun tentang program-program yang telah direncanakan dan dilaksanakan. Sehingga di tahun 2019, ia dinobatkan sebagai penerima SIA Provinsi Bengkulu. 

lebih dekat dengan bang Fian


Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang ASN, bang Sofian ini selalu menyempatkan diri dan menyisihkan waktu untuk konsen di KPPL. Ada saatnya seluruh pengurus dan anggota KPPL ini melakukan kopdar dan merancang kegiatan yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Namun semenjak pandemi menerjang tanah air, kegiatan lebih sering dilakukan secara daring. 

Cita-Cita Bang Sofian Rafflesia

Menginjak usia ke 11 tahun KPPL, Bang Fian memiliki sebuah cita-cita mulia yang mungkin tidak mudah dilaksanakan, tapi ia tetap optimis pasti bisa. Ialah ingin mendirikan sebuah gedung sebagai pusat informasi Rafflesia dan Amorphopallus,  minimal di Kota Bengkulu ini dulu. Di mana gedung ini dimaksudkan sebagai pusat terpadu yang memberikan informasi akurat soal Rafflesia. Ya, bisa dikatakan dalam bentuk bangunan fisik berupa museum atau Rafflesia Center gitulah. Jadi orang yang ingin tau Rafflesia lebih jauh bisa datang ke gedung ini. Atau jika ada Rafflesia mekar di satu daerah, daerah tersebut harus melaporkannya ke Rafflesia Center ini untuk selanjutnya diumukan kepada masyarakat.  Untuk jangka panjangnya, ia berharap gedung ini memiliki cabang di setiap wilayah kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu. Ckckck..., sedetil itu sudah rancangannya. 

“Dananya dari mana, Bang?”

“Saya sih berharap bisa menggandeng pemerintah setempat sih, Mbak, untuk mendukung keinginan saya ini. Tapi jika pun tidak ada instansi yang mau memperjuangkan cita-cita ini, saya yakin tetap bisa untuk mewujudkan bangunan ini dari rezeki lain. Bahkan pakai dana pribadi sekalipun”, jawabnya.

Masya Allah, saya sampai terkagum-kagum mendengarnya. Segitu cintanya ia pada puspa langka Rafflesia ini, dan sebegitu besarnya kecintaan dan kebanggaannya akan tanah kelahiran. 

“Ah ya, satu lagi. Selain gedung, saya juga ingin adanya monumen Rafflesia, atau setidaknya patung Rafflesia terpampang di salah satu perempatan jalan di kota Bengkulu ini”, katanya. 

Aku langsung membayangkan jika ini benar-benar jadi kenyataan, alangkah bahagianya. Masyarakat Bengkulu pasti akan tersenyum renyah mendapatkan informasi lengkap dari sini, bahkan ketemu Rafflesia gak lagi perkara untung-untungan. Semoga terkabul ya bang Fian. Dan yang pasti, apa yang sudah bang Fian lakukan ini semoga bisa menjadi sumber inspirasi khususnya bagi anak muda, serta menjadi amal jariyah yang tak akan pernah putus. Bravo, Bang!

sesi akhir pertemuan dengan bang Fian
lok. Perpustakaan LPMP Bengkulu


*Poto-poto merupakan dokumentasi pribadi dan istimewa




25 komentar

  1. Balasan
    1. Sama2 bang, makasih juga sudah mau jadi narsumku. Hampir saja gak jadi ikut lomba ini mengingat kondisi badan yg lama tak bersahabat.

      Hapus
  2. sangat langkah, bunga raflesia. namun coraknya saya krg suka, karena agak2 tryphobia buat saya jadi merinding geli hehehe

    BalasHapus
  3. saya belum pernah melihat ukuran puspa sebesar itu, bagus ya, komunitas ini semoga membuat tumbuhan ini makin terjaga dan tidka punah ya

    BalasHapus
  4. Keren dan inspiratif banget Bang Fian. Semoga ada kesempatan saya bisa main ke Sumatera untuk melihat langsung Raflesia.
    Aamiin....

    BalasHapus
  5. Salu buat mas Sofian yang masih mau mempertahankan kelestarian bunga Raflesia. Soalnya jarang banget yang mau peduli hal ini. Biasanya kan Dinas Kehutanan yang mengurus hal itu. Atau kebun raya, entah milik pemerintah atau swasta yang melindungi.

    Padahal ini kekayaan alam yang wajib dilindungi. Apalagi kalo hidupnya di hutan. Tahu sendiri hutan sekarang udh banyak yang ditebang. Baik utk perumahan atau perkebunan kelapa sawit.

    Semoga terus istiqomah merawat Raflesia ya kak. Gaungkan ke penjuru negeri. Cetak Mas Sofian lainnya agar peduli terhadap bunga Raflesia. Jangan sampai punah.

    BalasHapus
  6. belum pernah liat langsung tanaman ini, semoa bisa terus lestari ya biar dikenal dan dijaga anak cucu nih :) warisan yang berharga

    BalasHapus
  7. Wah baru tau ternyata bunga raflesia juga banyak jenisnya yaaa. Semoga bunga langka ini gak sampe punah... Pengen juga lihat secara langsung

    BalasHapus
  8. aku dulu juga mikirnya raflesia itu bunga bangkai. ternyata bukan ya. baca tulisan ini entah mengapa jadi ingat sama novel aroma karsa yang ceritanya tentang ekspedisi mencari bunga langka

    BalasHapus
  9. Adik saya ada yang menetap di Pandan, lho Kak... dapat istri orang sana dan mereka bekerja di sana jg. Dari Pandan tentu lebih dekat ke Barus ya, ketimbang dari tempatku, Medan hehe... hmm jadi tahu muasal kapur Barus, emang dari Barus sana ya. Nice info nih Kak, tetap semangat ya Bang Sofian pelopor puspa langka Bengkulu.

    BalasHapus
  10. Aku mikirnya bunga raflesia itu bunga bangkai yg baunya juga kayak bangkai, ga enak gitu. Ternyata bunga raflesia nggak berbau toh. Baru tahu jg kalau ada bbrp jenis bunga raflesia. Semoga bunga Raflesia ttp terjaga kelestariannya dan ga sampai punah.

    BalasHapus
  11. ternyata bunga Raflesia ada banyak macemnya ya
    aku dulu cuman bisa mimpi aja kalau pengen liat bunga raflesia, ternyata di kotaku Jember sini juga ada, tapi masuk ke wilayah taman nasional
    dan waktu itu pas aku lewat lagi posisi mekar juga
    ini aku temui waktu aku mau ke Pantai bandealit di jember

    BalasHapus
  12. Loalah kok sayang sekali udah rusak.. hiks.. rh beneran ga bau yah.. jadii selama inii buku2 pelajaran atau buku2 yang pernah kubaca itu ternyata misinformation.. ya ampunn.. kenapa ga ada yg protes dlu ya..

    BalasHapus
  13. Akhirnya mendapat pencerahan nih. Selama ini mengira kalau Bunga Rafflesia Arnoldi itu sama dengan Bungai Bangkai yang bau. Ternyata beda.

    Keuntungan besar nih, lewat hutan pas bunga Raffles lagi mekar. Huhuhu sayangnya foto-foto banyak yang tak terselamatkan karena laptop rusak, ya.

    BalasHapus
  14. Gegara ngajar bimbel SD mapel IPA, seperti yg disampaikan bahwa bunga Bangkai itu adalah Titanum, dan berbeda dengan Raflesia. Jadi Raflesia bukan bunga bangkai.

    Adanya artikel ini jadi meluruskan hal tersebut, serta semoga banyak pihak yang mendukung, agar bunga Raflesia tetap terjaga.

    BalasHapus
  15. Subhanallah, meskipun nama bunga reflesia sangat terkenal tapi tidak menjamin banyak orang yang peduli salut buat mereka tokoh-tokoh yang yang peduli dengan kelestarian bunga raksasa ini

    BalasHapus
  16. Aku orang Lampung, rumahku dekat dengan TNBBS, sebuah previllage buat aku karena plot raflesia padma di Lampung dekat rumahku, aku suka banget main ke resort sukaraja di Tanggamus. Karrna hampir sepanjang tahun itu raflesia ada.

    Alhamdulillah gak perlu jauh2 ke Bengkulu kita punya jenis raflesia dan taman nasional yang nyambung jadi satu.

    BalasHapus
  17. Sedaei dulu aku pengen lihat bunga Raflesia, tapi belum kesampean. Semoga, suatu saat nanti. Dan semoga bunga Raflesia ini tidak punah dan selalu terjaga ya, Mbak..

    BalasHapus
  18. Barusan saya ajak anak saya membaca postingan ini. Kenapa? Karena dia sedang belajar tentang Raflesia, dan tahunya cuma Raflesia Arnoldi. bahkan masih sering ngeyel kalau Raflesia itu bunga bangkai, haha. Habis baca postingan ini dia merasa tercerahkan. Bahkan kami merasa salut dengan kepedulian bang Sofian terhadap salah satu kekayaann nusantara. jaman now loh, jarang ada pemuda menaruh minat seperti ini. Semoga usahanya dimudahkan, dan impiannya terwujud ya. Agar generasi baru seperti anak saya, paham dengan kekayaan negerinya.

    BalasHapus
  19. Kereen, Bang Sofian Rafflesia yang konsisten dengan gerakannya mengenalkan Bunga Raflesia ke seluruh dunia. Dengan langkah yang mantap dan tujuan yang jelas, semoga Bunga Puspa Indonesia ini bisa dilestarikan dengan berbagai macam varian yang beragamnya.
    Aku pernah lihat pas kebetulan mekar di Kebun Raya Bogor. Dan dari informasi yang aku baca di palang KRB, mekarnya 1 tahun sekali.

    Amazing!
    Ternyata melalui tulisan kak Dahlia jadi sadar bahwa Raflesia bisa mekar setiap bulan.
    Ini memungkinkan para wisatawan bertemu langsung dan mengabadikannya dalam tangkapan kamera yaa..

    BalasHapus
  20. Bunga Raflesia itu ada beberapa bentuknya ya. Dan ukuran besar juga tergantung lokasi tumbuh. Semoga Raflesia tetap tumbuh dan lestari.

    BalasHapus
  21. Ya ampun gede amaaaat. Tapi emang yang tercantik si Rafflesia Arnoldi ya kak, jadi pengen liat langsung. Kebetulan Ibuku orang Minang, pas pulkam ke Bukittinggi, pernah ada di deket rumahnya bunga bangkai katanya tumbuh, sayang ga sempet liat waktu itu

    BalasHapus
  22. Aku selalu penasaran bisa melihat langsung Raflesia. Tapi pas nggak kesampaian terus. Semoga bunga Raflesia ini bisa jadi daya tarik wisatawan di Bengkulu

    BalasHapus
  23. Salut buat Mas Sofian untuk effortnya ya, apalagi ini kan berhubungan dengan bunga Rafflesia yang langka dan tak tahu kapan mekarnya. Padahal kalau ada informasinya di media, bisa jadi daya tarik wisata tersendiri lho untuk Bengkulu

    BalasHapus
  24. Ya, Allah salut banget dengan mas Sofian yang mau melestarikan dan mempertahankan bunga Raflesia. Semoga istiqomah dan sehat selalu

    BalasHapus