Search

APA KABAR RANGKING SATU?

Ranking Satu

Tengah ramai di media sosial pembahasan soal kehidupan sang juara kelas yang dibandingkan dengan teman sekelasnya yang dulu tak pernah rangking.

“Temanmu yang jadi juara di kelas dulu jadi apa sekarang?” begitu kata netizen. 

Sekilas semacam lelucon memang, tapi jika diamini lebih dalam, ini bisa membahayakan dunia pendidikan. 

Pembahasan ini sungguh bikin resah. Karena itu, aku coba menguliknya di sini sebagai bahan renungan. Syukur-syukur bisa jadi pendapat yang berimbang sehingga pandangan orang lain soal juara kelas tidak oleng. Namun perlu kuingatkan wahai pembaca yang budiman, apa pun yang tertulis di sini, tolong jangan dibully dengan kata-kata PAMER dan RIYA’. Sebab tujuannya juga bukan untuk itu. OK yes! 

💦Akulah Sang Juara Kelas Itu💦

Selama duduk di bangku SD, cuma sekali aku ranking 2 gaes, di catur wulan terakhir kelas 6. Lebihnya? Rangking 1 trus. Masuk jenjang MTs, rangkingku mutar-mutar di satu, dua, dan tiga. Gak pernah rangking empat dan seterusnya. Di MA? Begitu juga, tetap dalam lingkaran 1, 2 dan 3. Pun saat jadi mahasiswa, mana pernah IP-ku urutan terbawah, alhamdulillah tak jauh-jauh dari urutan 1, 2, 3, dan 4. Trus hidupku sekarang gimana? Alhamdulillah.....

Aku cerita dikit ini ya. 

Beberapa tahun belakangan ini aku berjumpa dengan teman semasa sekolah dulu, ada yang online ada yang offline. Salah satunya adalah teman waktu SD yang dulunya tak pernah masuk dalam bursa juara kelas. Secara ekonomi, beliau jauh lebih mapan. Andaikan materi menjadi tolak ukur kebahagiaan, maka temanku ini udah jauh lebih bahagia kurasa. Sempat cemburu juga aku tuh, berpikir seperti perkara yang viral saat ini. Tapi buru-buru aku istighfar, lantas menyadari ada kebahagiaan yang berbeda yang telah lebih dulu kurasakan darinya. 

Well, coba kita kaji. 

Dulu, waktu aku juara kelas terus, siapa yang bangga? Ya orang tua. Ini impian semua orang tua banget saat ngambil rapot nama anaknya disebut sebagai juara. Apalagi mamak-mamak zaman old yang dulu masih mendewakan ranking banget. Bukan kayak sekarang, zaman di mana ilmu parenting bertebaran dan pandangan soal ranking mulai agak meluas. Itu artinya, jauh sebelum si kawan membahagiakan orang tuanya sekarang, aku telah lebih dulu bikin orang tua bahagia dengan segudang prestasi. 

Trus, sebagai apresiasi aku rangking 1 umum di sekolah, SPP-ku dibebaskan selama 6 bulan. Alahoi, betapa gembiranya waktu itu, apalagi mamakku. Sebab ia merdeka dari tagihan setengah tahun.  

Dan sebagai juara kelas pula, aku beberapa kali ikut kompetisi baik dalam bidang akademik maupun agama. Sebut saja aku ikut olimpiade kimia sekabupaten, porseni seprovinsi. Walaupun gak juara di kompetisi itu, setidaknya aku mendapatkan pengalaman yang tiada ternilai harganya. Punya kenalan dan teman baru, dan yang pasti dapat uang saku. Enak gak tuh? Hehehe...

Melipir ke bidang agama, alhamdulillah beberapa kali aku ikut Musabaqah Tilawati Qur’an tingkat anak-anak hingga remaja, Fahmil Qur’an, Syarhil Qur’an dan Festival Nasyid (Rebana). Bahkan AKTE Kelahiranku tercetak hanya dalam  waktu tak kurang satu jam atas perintah bupati langsung. Sebab tanpa AKTE itu aku tak bisa jadi peserta musabaqah mewakili kabupatenku. Padahal waktu itu lagi sulit-sulitnya ngurus AKTE. Mesti nunggu berminggu-minggu hingga bulanan. Masya Allah, tabarakallah. 

MTQ dari masa ke masa

Pernah pula suatu waktu bupati datang ke kampungku. Seluruh elemen masyarakat, perkantoran dan anak sekolah di kerahkan ke lokasi. Saat bupati memberi sambutan, beliau bilang, “jika ada permintaan yang bisa saya bantu, silakan ke depan”.

Dengan PeDenya aku angkat tangan dan melenggang ke depan, lalu di depan banyak orang kusampaikan bahwa kami tim rebana MAN Barus butuh seragam. Aku meminta kesediaannya untuk pengadaan baju seragam ini. Di luar dugaan, beliau langsung mengabulkan bahkan 2 stel seragam dan satu set rebana baru. Jangankan orang banyak itu, guru-guruku pun terlihat kaget sekaligus mesem-mesem. Cocok dirasanya. Hehe...

Lanjut ke masa kuliah, aku pernah memenangkan lomba Speech Contest di kampus yang hadiahnya kubelikan cincin dan bayar kos setahun. Pernah juga jadi pemenang ketiga lomba karya ilmiah Bahasa Inggris. Sedang sudah jadi emak-emak ini, alhamdulillah masih bisa mengukir prestasi lewat event lomba blog. 

See! Jika bukan juara kelas dan tidak punya bakat akademik apa pun, akankah aku merasakan demikian? Maka sadarilah bahwa kecerdasan itu adalah anugerah luar biasa dari Allah Ta’ala. Maka SYUKUR dulu nomor satu. 

Piala perdana dalam hidup di usia 7 tahun
Juara 1 MTQ Tk. Kecamatan, bersama ibunda

Oh ya, ini bukan berarti aku merasa paling pintar paling hebat sejagat raya yagesya. Masih banyak yang jaaaaaaauh lebih pintar dariku. Buktinya aku belum pernah tembus nasional. Tapi setidaknya, dibandingkan dengan kawan-kawan sekelas, aku termasuk di atas rata-rata. Bisa merasakan gimana bahagianya jadi juara, gimana bangganya orang tua. Dan dengan sederet pencapaian yang pernah kuraih, udah termasuk hebatlah itu di kampung-kampung. 

💦Juara Kelas VS Non Juara Kelas💦

Oke, sekarang kuberitahu kalian udah jadi apa saja sebagian teman-temanku yang dulu. 

1. Liana Mawaddah, sainganku rangking 1,2 3, di Aliyah dulu, sekarang udah jadi Kepala Sekolah dengan status PNS.

2. Yuan Alfinsyah Sihombing, kawan saingku juga rangking 1,2,3 di MTs dan Aliyah, udah jadi dosen PNS yang diperhitungkan di USU sana. Sekarang lagi S3 dia. 

3. Nurainun Tanjung, teman Aliyah yang gak masuk 3 besar, udah jadi bos skincare sekarang. Tau sendirilah kelen gimana penghasilan bos skincare zaman now kan?

4. Evalina Pasaribu, teman SD yang kayaknya dulu gak masuk 10 besar, toke ikan sekarang. Punya aset yang lumayan. 

5. Dst.....

Kalo kujabarkan nanti semua, gak kelar tulisan ini. Setidaknya, fakta dari beberapa orang ini bisa mambantah cuitan netizen soal juara kelas, bahwa tak semua yang juara kelas dulu itu hidupnya memprihatinkan sekarang. Kalian jangan lupa, ada banyak faktor yang menentukan nasib hidup seseorang. 

Takdir Allah

Garis tangan orang itu beda-beda. Semua sudah tertulis di Lauhul Mahfuz. Mau juara kelas atau bukan, kalo takdirnya memang jadi orang hebat, kaya raya, maka ia akan sampai pada titik itu.

Perjalanan Hidup

Selepas bersama di sekolah dulu, semua kita menapaki jalan hidup masing-masing. Tak jarang pula kita kehilangan komunikasi dengan teman-teman yang bahkan dulu akrab banget lengket kayak perangko. Maka selama tidak berkomunikasi itu, kita tidak pernah tau ujian dan liku hidup seperti apa yang telah dilalui si kawan hingga sampai kepada kehidupan saat ini. 

Maka cukup doakan kebaikan kepada semua teman-teman kita yang mungkin saat ini sedang kesulitan ekonomi, sedang berjuang melawan penyakit, atau yang sedang jatuh bangun mempertahankan rumah tangga. Dan ucapkan alhamdulillah ketika mengetahui si kawan sedang berada di puncak kejayaannya sekarang. 

Yang pasti, banyak yang juara kelas dulu hidupnya enak sekarang, punya pekerjaan dan jabatan yang menggiurkan, punya pasangan yang menyejukkan, dan punya anak-anak yang membanggakan. Tak sedikit pula yang punya nilai biasa-biasa saja dulu hidupnya pun kesusahan sekarang, sebab tak punya value dan skill yang siap bersaing dengan zaman. 

Maka jika saat ini kita mendapati teman yang dulu biasa-biasa saja tapi hidupnya kaya raya dan terlihat enak sekarang, berhusnuzhon saja, bahwa beliau benar-benar giat merubah nasib, merubah pola hidup. 

💦Keistimewaan Juara Kelas💦

Bagaimanapun, yang punya kecerdasan di atas rata-rata itu punya ruang pikir dan pandangan hidup yang berbeda. Atas perkembangan teknologi yang amat pesat mereka lebih mudah menerima dan menyesuaikan diri. Gaya bicara pun sedikit berkelas dari yang biasa. Bahkan kualitas rebahan mereka pun punya value yang lebih dari orang biasa.

Pola asuh? Ini lebih mencolok lagi. Aku sendiri sudah membuktikan betapa berbedanya pandanganku soal pemberian gadget pada anak dengan temanku yang dulunya tak pernah rangking. Tentang jajanan anak, tentang menemani anak bermain, membacakan buku, and many more. 

Bahkan ketika sang juara kelas memilih hanya jadi IRT saja pun, itu jangan kalian pandang remeh seakan ijazah dan gelar sarjana tidak berguna. Mereka akan jadi IRT yang berkelas dan berkualitas, menghasilkan anak-anak yang kualitasnya pun akan di atas rata-rata sesuai bidangnya. Lagian kita perlu mengingat bahwa menurut penelitian, kecerdasan seorang anak diturunkan dari ibu, sedang watak diwariskan dari ayah. Ini senada dengan fitrah Islam, bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Maka sejatinya, setiap kita khususnya perempuan mutlak harus berilmu tinggi. Adapun pekerjaan, jabatan, itu adalah bonus dari kesungguhan orang-orang yang sabar dan ikhlas menuntut ilmu.


 

💦Dampak Buruk Membandingkan Juara Kelas dengan Non Juara Kelas💦

Sekarang ini, sering kali kata-kata dijadikan alibi untuk sebuah pembenaran akan hal yang sebenarnya keliru. Pernah suatu kali aku menemukan sebuah status yang isinya kira-kira begini, 

“jangan merasa suci karena sudah berhijab. Kita hanya punya cara yang berbeda dalam memilih dosa. Kau berhijab tapi ghibah. Aku tak berhijab tapi bla bla bla....”

Sekilas, kata-kata ini terkesan benar. Kalimat ini akan jadi alasan untuk wanita baligh belum mau mengenakan tudung kepala, karena merasa perlu membersihkan hati dulu baru deh berhijab. Padahal antara hijab dan perilaku itu beda perkara. 

Begitu pula soal juara kelas ini, “Coba lihat udah jadi apa temanmu yang rangking satu dulu?”  Jika ini tidak bijak ditanggapi, maka kalimat ini akan jadi senjata pelajar untuk tidak perlu belajar terlalu giat, gak perlu bersungguh-sungguh. Karena toh pada akhirnya yang juara kelas pun belum tentu jadi orang berduit. Padahal, hidup ini bukan hanya perkara pencapaian dunia semata. Ada kehidupan abadi yang ingin ditembus. Dan jalan keabadian ini hanya sedikit yang bisa menemukannya. 

Kekayaan teman yang tidak juara kelas itu belum tentu didapat dengan cara yang halal lagi baik. Ingat ya, BELUM TENTU, bukan tuduhan mutlak ke semua. Bisa jadi apa saja dilakukan asal kaya, asal punya jabatan agar dipandang orang hebat. 

Sedang yang punya kecerdasan lebih, ia cenderung mengedepankan ilmu untuk meraih kekayaan. Cenderung mengasah skill untuk menggapai impian. Dan cenderung menginginkan ketenangan di setiap pencapaian. Over all, tentu saja segala pencapaian di raih dengan jalan yang baik. 

Jadi gitu ya gais. Menjadi pintar itu harus! 

Lantas, hidupmu kini gimana, Lia sang juara kelas?

Alhamdulillah, hingga kini hidupku selalu pas-pasan. 

Pas mau janjalan, ada

Pas mau belanja, ada

Pas mau faisal, juga ada

😘😘😊😍

Family
Aku si juara kelas yang kini menimati kerempongan 
anak tiga. 😊


3 komentar

  1. Aku dulu juga juara kelas mbak. jadikan motivasi aja biar kedepannya masih semangat dalam menggapai cita... komen balik ke blog ku mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. of course! Jadi pintar itu harus. Soal nanti jadi orkay atau tidak itu urusan nanti. yang terpenting adalah hidup bermanfaat dan berkualitas. siaap..nanti bertandang ke blognya aang..

      Hapus
  2. Luar biasa sekali kak Lia prestasinya, salut dan acung jempol ! Pasti jadi kebahagiaan tersendiri ya bisa membanggakan orangtua dan sekolah.

    Saya jadi ingat dulu pernah masuk rangking pas sd dan pas smp kelas 1 aja hehe.
    anyway ngomongin soal juara kelas atau tidak semua orang memang punya perjalanan dan pencapaian masing-masing. dan saya setuju sebaik2nya manusia adalah manusia yang bermanfaat :)

    BalasHapus