Search

JALAN JUANG DALAM MEMBERDAYAKAN DIFABEL JAMBI

Achmad Noufal,
 Co-Founder Ambung Harsa


Mereka bergegas merapat ke persimpangan tiap kali lampu merah menyala. Mengetuk kaca-kaca mobil yang berjajar sembari menengadahkan tangan. Sebagian berbelas kasih, sebagian lagi hanya menangkupkan tangan di dada sebagai isyarat penolakan atas aksi meminta-minta yang mereka lakukan. Lain halnya dengan Noufal, founder Yayasan Keluarga Teman Kecil, yang melihat dan menilai para pengemis ini dari perspektif yang berbeda. 

“Secara fisik, mereka memang difabel yang punya keterbatasan, Mbak. Tapi jika dilihat dari segi soft skill, mereka punya manajemen yang bagus”, terangnya ketika membeberkan muasal Ambung Harsa kepadaku. 

Aku khusyuk mendengarkan, penasaran apa yang ada dipikiran Noufal ini. 

“Mereka ngemisnya sistem shifting, Mbak. Berarti mereka bukan tak bisa berkembang, hanya gak punya ruang untuk bisa lebih berdaya dan mandiri”, ungkapnya. 

Begitulah, setiap orang punya cara tersendiri dalam menyikapi suasana di lampu merah. Ada yang kesal, ada yang jenuh. Ada yang sabar, ada pula yang menikmati dan mencari arti. Noufal nampaknya masuk pada golongan yang mencari arti itu. Inilah yang menjadi janin untuk kemudian lahirnya Ambung Harsa. 

💦Penjajakan, Awal Mula Perjuangan💦

Sejak melihat pemandangan itu, Noufal datang memenuhi panggilan jiwa. Sebagai muslim, ia sama sekali tak mendukung aksi mengemis-ngemis di jalanan hanya karena seseorang itu tidak sempurna fisiknya. Maka dari itu, ia datang untuk membantu memberdayakan mereka agar segera keluar dari lingkaran yang kurang tepat ini. 

Noufal mulai melakukan pendekatan, mencoba berbaur agar mendapat tempat di hati mereka. setelah di rasa tepat waktunya, Noufal pelan-pelan membuka wawasan mereka tentang bagaimana mulianya manusia tercipta, pun membuka kesadaran bahwa mengemis itu bukanlah satu-satunya solusi bagi seorang disabilitas. 

“Nggak mau ah, Bang. Ntar klo kerja penghasilan kita gak sebanyak ngemis ini. Lagian kerja begini udah paling enak”, tutur salah seorang dari pengemis jalanan itu. 

Tetiba ingatanku melayang pada sebuah film tanah air, di mana sang aktor penuh suka duka dalam mengubah komplotan pencopet menjadi pedagang asongan. Kini giliran Noufal yang melakukan perjuangan itu. Berbagai macam respon yang ia terima dari para pengemis ini. Namun ia sangat paham bahwa tugasnya hanya mengedukasi, soal mereka mau  atau tidak, itu tergantung pilihan masing-masing. 

Sekeras-kerasnya watak manusia, ia masih punya hati yang bisa disentuh, asal dengan cara yang tepat dan jitu. Dengan penuh ketekunan Noufal memberi pengertian tentang bagaimana sebenarnya hakikat pengemis itu. Akhirnya ada dua difabel yang menyatakan siap pensiun jadi pengemis dan ingin dibina untuk mandiri dengan usaha yang lebih terhormat. 

“Saya tanya apa bakat yang mereka punya, Mbak. Dan dua orang ini ternyata punya bakat yang sama, pijat”.

Mendengar hal itu, Noufal langsung tau apa yang mesti ia lakukan. Lelaki kelahiran 1992 ini menyasar para ojol untuk dijadikan ‘kelinci percobaan’. Ia sebarkan promosi OJOL PIJAT GRATIS. Wah, para abang ojol menyambut promo ini dengan antusias dong. Banyak yang menawarkan diri sebagai objek pijat. Namun begitu tau yang akan mijat adalah tuna netra, beberapa dari mereka mundur. 

“Gak jadi, Bang. Ntar salah pijat, bukannya enakan malah jadi penyakitan”, celetuk bang ojol memberikan alasan mundur. 

Noufal tidak memaksa. Siapa yang mau aja. Hanya dengan beberapa orang yang tersisa, dua tuna netra ini mulai menyalurkan bakat pijatnya. Noufal percaya, kedua orang ini pasti bisa profesional. Ketika Tuhan memberi satu keterbatasan fisik, pasti Tuhan melebihkan fungsi indera yang lain. Dan terbukti, ketika abang ojol selesai dipijat, testimoninya sangat positif. Puas dan candu. Sedangkan tukang pijatnya senang dan bertambah rasa percaya dirinya serta optimis bisa hidup lebih mapan ke depan. 

💦Inilah Rumah Baru itu💦



Seorang disabilitas bisa saja memiliki skill dan keahlian yang bahkan kadang di luar jangkauan manusia yang sempurna fisiknya. Aku pernah menyaksikan seorang lelaki yang buntung tangannya tapi mampu menulis sangat rapi dengan kakinya. Bahkan tulisan tanganku sendiri jauh sekali dari indahnya tulisan kaki itu. Hal itu tentu tak lahir dari kepasrahan. Ada perjuangan yang tak mudah dan ketekunan yang luar biasa sehingga mampu melakukan hal-hal yang sedemikian menakjubkan. 

Tapi kenyataannya, masih banyak pihak yang melakukan deskriminasi terhadap para difabel, sehingga mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan. Padahal banyak dari para difabel ini juga punya keluarga yang harus dihidupi. 

“Saya tidak suka ada ketimpangan. Di mata saya, semua orang berhak atas kehidupan dan perlakuan yang layak”, ucap Noufal. 

Bahkan di pemerintahan sendiri, penyandang disabilitas masih sering tidak mendapat tempat. Padahal ada undang-undangnya yang menyatakan bahwa 2% kuota pemerintahan harus diisi oleh difabel, dan 1% di swasta. 

Di kota Jambi sendiri, sebagaimana dilansir dari situs Kota Jambi Satu Peta Satu Data, terdapat 1.406 orang difabel per tahun 2024 lalu. Lantas, siapa lagi yang memperhatikan mereka kalau bukan pemerintah dan kita sendiri sebagai sesama manusia yang satu bangsa satu jiwa. Kurangnya perhatianlah yang menyebabkan mereka sering memilih jadi peminta-minta untuk bisa bertahan hidup. 

Ironi inilah yang mengetuk pintu hati Noufal sehingga ia mendirikan Yayasan Keluarga Teman Kecil pada medio Desember 2021, di mana yayasan ini berkomitmen memperjuangkan hak-hak anak dan penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas, kesehatan yang optimal, serta kehidupan yang lebih layak. 

Kemudian, pada Januari 2024, Noufal membentuk Ambung Harsa sebagai bagian dari yayasan yang lebih konsen pada hal yang lebih spesifik, yakni pemberdayaan disabilitas. Inilah rumah baru itu, rumah yang melahirkan harapan baru bagi mereka yang punya keterbatasan. 

Mengenal Ambung Harsa Lebih Jauh

Ambung artinya wadah yang biasa digunakan masyarakat rimba untuk menampung beban yang berat. Sedangkan Harsa berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti kebahagian. Namun Harsa juga sebuah akronim dari Harapan Disabilitas. 

Maka Ambung Harsa bisa dikatakan sebagai wadah kebahagiaan para disabilitas yang diharapkan bisa memberi waktu dan ruang untuk bisa survive dalam menjalani kehidupan. Ambung Harsa sendiri memiliki visi menjadi pusat pemberdayaan diabilitas dalam pengembangan keterampilan dan wirausaha sehingga terciptanya kemandirian ekonomi yang siap bersaing di masyarakat. 

Ambung Harsa

Dalam upaya pencapaian visi tersebut, Ambung Harsa melakukan berbagai kegiatan seperti:

1. Melakukan pelatihan dan pengembangan keterampilan yang sesuai dengan teman-teman disabilitas. 

2. Mengembangkan sikap jiwa kewirausahaan yang kreatif dan inovatif

3. Menjadikan Ambung Harsa sebagai wadah dan tempat berkumpulnya teman-teman disabilitas

4. Menciptakan tempat yang nyaman, aman, serta ramah terhadap disabilitas.

Noufal yakin, suatu saat para pengemis difabel yang ditemuinya di jalanan itu akan mau bernaung di Ambung Harsa. Tidak mudah, tapi pasti akan berubah. 

💦Dari Ketulusan, Lahirlah Berbagai Bidang Pemberdayaan💦

Layanan pijat ojol gratis tempo lalu itu rupanya mendapat tempat tersendiri di hati para ojol yang telah merasakan sentuhan pijat penyandang netra itu. Satu persatu orderan pijat berdatangan. Orderan ini selalu memberi senyum baru di hati Kang Asep dan Kang Yayan, dua tuna netra yang mulai dikenal namanya di kalangan ojol. 

Melihat kemajuan ini, Noufal menganggap sudah saatny layanan pijat ini menjadi layanan yang profesional. Akhirnya lahirlah Jari Netra, layanan yang menawarkan perawatan istimewa dan memberi kenyamanan yang menenangkan tubuh. Noufal sendiri terus membantu perluasan jangkauan dengan promosi ke berbagai kalangan hingga menjamah instansi pemerintahan. 

Jari Netra

“Bahkan tim terapis Jari Netra sudah pernah mijat wali kota Jambi lho, Mbak”, katanya bangga. 

Aku turut kagum. Ketakutan akan salah pijat yang lalu kini telah ditepis dengan pelayanan yang prima. Faktanya di lapangan mereka bisa profesional dalam memijat. Bikin orang yang merasakan sentuhan Jari Netra ketagihan. Dan yang bikin tambah bahagia adalah teman-teman netra yang lain kini ikut bergabung, menjemput harapan dan semangat hidup yang baru dengan turut menjadi Tim Terapis Jari Netra. Setidaknya tercatat 16 orang terapis yang profesional, laki-laki dan perempuan. Bahkan beberapa di antara mereka ada yang khusus menjadi terapis pijat di club futsal. Masya Allah.


Sejauh ini, ada beberapa layanan pijat yang bisa dipilih sesuai kebutuhan, di antaranya adalah pijat tradisional, pijat shiatsu, pijat refleksi, pijat anak, hingga kerokan. Setiap layanan punya waktu dan tarif tersendiri. Oh ya, ada tarif khusus lho untuk ojol dan mahasiswa. 

Sekarang para disabilitas ini mulai merasakan nikmatnya berdaya. Ada kepuasan tersendiri ketika usaha mereka dihargai. Mereka semakin mantap menatap masa depan yang lebih baik. 

“Ada komisi untuk Mas Noufal gak sih dari Jari Netra ini?” tanyaku penasaran. 

“Oh, nggak Mbak. Sama sekali nggak. Saya melihat mereka mau bekerja dan berusaha sendiri saja sudah sangat senang. Saya berharap mereka tidak kembali lagi ke jalanan”, jawab Noufal. 

Ternyata, di dunia ini masih ada orang yang tulus membantu tanpa pamrih itu. Dan bagi mereka yang tulus, perubahan positif dari yang dibantu saja itu sudah cukup membayar kelelahan dalam berjuang. 


Bersebab Ambung Harsa adalah wadah, maka segala bakat dan keahlian difabel ditampung dan difasilitasi disini. Selain Jari Netra, Acox Coffe hadir untuk menyalurkan keahlian difabel di bidang kuliner. Lahir pada tahun 2023, Acox Coffe menjadi wujud penghargaan dan harga diri seorang laki-laki. Acox artinya laki-laki, dan kopi adalah simbol dari kerja keras, ketekunan, dan dedikasi yang mencerminkan prinsip bahwa harga diri laki-laki itu terletak pada usahanya, tak peduli ia sempurna fisik atau penyandang disabilitas. 

Ahmad Nabil, salah seorang barista di Acox Coffe telah membuktikan bawa ia mampu menjadi tak terbatas dalam keterbatasan. Sebagai penyandang daksa, ia terus menunjukkan bahwa semangat lebih besar dari keterbatasan. Setiap kopi yang dibuatnya terasa nikmat dan istimewa. 

Acox Coffe

Satu kali, ada peristiwa yang cukup menggelitik. Ada seorang pelanggan yang komplain karena pesanannya datang cukup lama. 

“Kenapa sih Mas harus mempekerjakan difabel? Kan jadi gak maksimal layanin kita. Lama, sementara kerongkongan udah kering”.

Noufal menghela napas, lalu menjawab dengan tenang. 

“Kalau mereka tidak diberi ruang, bagaimana mereka bertahan hidup? Apakah ada yang mau menanggung full keperluan hidup mereka? Bersabarlah”. 

Pelanggan itu terdiam. Apa karena tersentuh entah juga karena gak mau memperpanjang debat. Tapi setidaknya, lewat kata-kata Noufal telah berjuang membuka mata orang lain untuk bisa memperlakukan difabel dengan baik dan layak. 

Oh ya, pernah dengar penyandang disabilitas bersuara merdu? Mereka kadang bernyanyi di jalanan, di emperan kafe, di pom bensin, juga membaca ayat-ayat Tuhan di mimbar tilawah. Ambung Harsa hadir memfasilitasi mereka dengan membentuk Ambung Harsa Band. Lewat nada, kami melihat dunia, begitu taglinenya. 


Band ini terdiri dari empat anak tuna netra dengan ,mentalitas dan kemampuan bermusik yang mengagumkan. Melalui musik, mereka tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi dan membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berkarya dan berkreativitas. 


Terakhir, Office Merchandise yang berkonsentrasi pada produk-produk yang terbuat dari tangan-tangan terapil diasabilitas. Sebut saja kak Siti Fatimah, seorang penyandang tunadaksa yang menjadi crafter di Ambung Harsa. 



Ia tidak pernah menyerah untuk terus berkarya. Keadaannya yang tunadaksa di bagian tangan membuatnya pernah menghadapi penolakan ketika ingin belajar menjahit. Tapi penolakan itu justru menjadi kobaran semangat baru. 

Ia belajar menjahit secara otodidak. Banyak jalan menuju Roma. Penolakan bukanlah jembatan pemutus semangat belajar. Hasilnya? Ia mampu menciptakan karya indah dari jahitan tangan sendiri. 

produk crafting


Mengapa Disabilitas Harus Berdaya?

Kadang belas kasih justru meninabobokkan seseorang bahkan menjadi nyaman sebagai objek belas kasihan orang lain. Sementara Tuhan mengajarkan untuk kita berusaha keras dan pantang meminta-minta. Di lingkungan Noufal sendiri, para difabel cenderung matrealistis. Misal, ketika Noufal mengajak mereka untuk belajar mengaji, yang ditanya duluan adalah “ada pembagian sembakonya nggak?”

Ini miris sekali, mereka sudah terbiasa menanti uluran tangan tanpa pernah terpikir untuk berusaha sendiri. Kita boleh berbelas kasih, tapi harus dengan cara yang elegan. Tidak semua bentuk empati itu harus memberi materi. Mengajak mereka berdaya juga bentuk dari kepedulian. Mau sampai kapan menunggu donasi terus?

Tetapi Noufal punya stok kesabaran yang luar biasa. Di awal-awal, ia rela menyiapkan sembako yang ditanya agar mereka mau datang belajar mengaji. Seiring waktu, mereka sadar sendiri bahwa yang butuh ilmu itu mereka. jadi, ada tak adanya sembako, belajar itu harus dan penting. 

“Bahkan sekarang mereka datang sendiri belajar tanpa diminta”, kenang Noufal. 

Beberapa difabel juga sempat ada yang tinggal di panti. Tetapi tinggal di sana justru membuat mereka tidak produktif. Di panti, mereka tidak diajarkan skill. Yang mereka tau adalah menunggu donatur datang. 

Oleh sebab itulah, lelaki alumni ITB ini getol sekali menggandeng para disabilitas untuk keluar dari zona nyamannya. Hidup ini terus berjalan, para disabilitas ini juga akan berumah tangga pada waktunya. Masa iya berumah tangga gak punya mata pencaharian untuk hidup? Terlebih bagi laki-laki yang notabenenya di pundak mereka kewajiban menafkahi. Tidak ada satu ayat pun yang menyatakan difabel terbebas dari kewajiban nafkah. Itu artinya, keterbatasan tidak mesti jadi alasan untuk tidak bergerak. 

Demi berdampak bagi sekitar, ia rela merogoh kocek pribadi untuk operasional semua kegiatan ini. kadang angkanya sampai menyentuh 20 jutaan. Wow, bukan angka main-main. 

“Emang gak ada donatur Mas?” tanyaku. 

“Donatur yayasan ada Mbak. Tapi kadang-kadang butuh juga menambahi dari kantong pribadi”.

Saya hanya bisa berdecak kagum akan kepribadian anak muda yang satu ini. Saat ini, beliau sedang mempersiapkan sesuatu yang akan dilaunching Desember mendatang. Tidak hanya penyandang disabilitas saja, ia juga berupaya mencari mitra untuk bergabung di Yayasan Keluarga Teman Kecil demi mencapai tujuan #SatukanGerakTerusBerdampak di lingkungan sekitar. 

💦Meraih Penghargaan, Membubung Harapan💦

Atas pergerakannnya dalam merangkul para disabilitas di Jambi selama ini, ia lantas dinobatkan  menjadi salah seorang penerima penghargaan SATU Indonesia Awards tahun 2024 yang diadakan oleh PT Astra International Tbk. Astra sendiri telah lama menunjukkan kepedulian kepada para anak bangsa yang punya inovasi dan menginspirasi di bidang kesehatan, kewirausahaan, teknologi, pendidikan dan lingkungan. 

Ahmad Noufal

Baik Noufal, penghargaan ini bukanlah tujuan utama. Ia hanyalah bonus yang menjadi alarm untuk terus meningkatkan kualitas diri dan selalu menjadi bermanfaat bagi orang lain. Ia berharap Ambung Harsa benar-benar menjadi wadah yang menghadirkan senyum dan kebahagiaan di hati para difabel dengan memfasilitasi mereka menuju ekonomi mandiri dan kreatif. 

Sejauh ini, sudah ada sekitar 150 orang difabel menerima manfaat kehadiran Ambung Harsa. Karenanya besar harapannya agar teman-teman difabel ini juga bisa melanjutkan estafet pergerakan ini dan menjadi contoh bagi teman-teman difabel lain yang masih denial sekali dengan program pemberdayaan ini. Semoga para difabel bisa #SatukanGerakTerusBerdampak bagi masyarakat luas, karena difabel atau tidak tetap saja #KitaSATUIndonesia.


credit poto : istimewa


Tidak ada komentar

Posting Komentar