Search

LAMUN WARRIOR, SEBUAH CINTA UNTUK LAUT BINTAN

Lamun Warrior


Prolog

Laut adalah nafas kita. Pada setiap riak dan gelombangnya ada nadi kehidupan dan tumpuan harapan. Tapi belakangan ini, laut seperti pesakitan.

“jauh kali, nian! Dulu, kalo datang musim paceklik itu hanya hitungan minggu. Masuk Idul Adha, banjir ikan. Sekarang udah sepanjang tahun ini ikan dapatnya dikit kali. Belanja kapal lebih besar dari hasil tangkapan ”, keluh seorang pengepul langgananku di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) dengan raut wajah yang suntuk. 

Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar keluhan pengepul itu. Sebab keluhan semacam ini juga kudengar dari beberapa daerah bahari termasuk dari kampungku di Tapanuli Tengah sana. Suamiku yang udah 5 tahun ini berjualan ikan pun merasakan hal yang sama. Di awal jualan dulu, jenis ikan yang ia jual bisa mencapai 5 hingga 8 jenis per hari. Sekarang, nyaris ikannya itu-itu saja dan dalam jumlah yang minim pula.  Aku yakin ini tak hanya sekedar musim, tapi lebih dari itu, laut sedang memberi alarm pada kita bahwa dirinya saat ini sedang sekarat. 

Laut Sedang Memanggil Kita

Potret laut Indonesia saat ini sungguh memprihatinkan. Pencemaran sampah plastik, kerusakan ekosistem hingga pemanasan air laut menjadi momok yang mengerikan bagi masa depan laut biru kita. Berdasarkan laporan dan hasil penelitian beberapa lembaga terkait menyatakan bahwa lebih dari 30% terumbu karang mengalami kerusakan. Apa musabab? Faktor alam dan juga tangan-tangan jahil manusia sendiri. Kenaikan suhu laut menyebabkan karang mengalami coral bleaching, di mana karang memutih dan mati karena kehilangan alga simbiotik yang memberinya warna dan nutrisi. Hal ini diperparah dengan proses penangkapan ikan yang tidak semestinya, seperti menggunakan bom, racun dan trawl. 

Pemerintah sendiri sudah melakukan upaya pemulihan laut dengan memperluas kawasan konservasi. Setidaknya per September 2025 data KKP telah mencatat capaian kawasan konservasi telah menyentuh angka 29,95 juta hektare dari target 32,5 juta hektare di tahun 2030. 

Meski pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkret untuk menyelamatkan laut dan ekosistemnya, kita sebagai warga negara maritim ini pun harus turut ambil bagian, meskipun kecil. Seminimalnya tidak membuang sampah di sembarang tempat, khususnya di area aliran sungai dan laut. Sebab laut adalah milik kita. Menjaganya adalah amanah. 

Namun jika bisa berbuat lebih, why not? Lihatlah seorang Siti Nurohmatiljannah Setiawan, wanita muda yang berhasil membuktikan cintanya pada laut. Ia yang datang membawa urusan berbeda, tetapi justru mendengar bisikan ombak yang butuh pertolongan. Ia ulurkan tangan, menata strategi, berperang dengan mindset warga lokal, berkorban waktu, tenaga serta materi. Tak peduli pandangan asing, tak surut mengedukasi, tetap semangat untuk ‘Satukan Gerak, Terus Berdampak’, dan ia menang! 

💦Laut Bintan Yang Terpilih💦

Laut Bintan

Tak pernah terpikir sebelumnya untuk mengabdi di laut Bintan. Kedatangan Siti ke daerah itu murni untuk urusan pengembangan usaha salah satu swasta yang bergerak di bidang pengolahan teripang emas di Bintan. Tetapi jiwa peduli lingkungannya membara ketika melihat adanya wilayah konservasi di sana, namun aktivitas konservasi itu sendiri terlihat tidak berjalan maksimal. Restorasi, rehabilitasi sama sekali nggak ada. 

“Saya kaget, Mbak. Pertama kali ke Bintan saya di sambut dengan gapura ‘Selamat Datang di Wilayah Konservasi Padang Lamun’, tapi saat dilihat ternyata lamunnya gak banyak", terangnya memulai cerita kisah lakonnya di sana.

“Warga sekitar tidak begitu familiar dengan lamun. Yang mereka tau mangrovelah yang menjanjikan ketahanan laut dari gelombang dan abrasi. Padahal lamun justru lebih dari itu”, lanjutnya.

Aku menahan malu ketika ia berkata demikian. Merasa tersindir sebagai anak pesisir pantai karena nyatanya aku juga tidak pernah tau apa itu lamun. Maka aku berterima kasih sekali atas perbincangan kami yang tak sampai satu jam itu, perbincangan yang meninggalkan jejak ilmu dan wawasan baru tentang alam bernama laut dan pantai. 

Melihat lamun yang dicuekin, Siti bertekad untuk memberi perhatian penuh dan membangunkan kesadaran masyarakat betapa lamun punya peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan meredam amuk gelombang. Tak cukup sampai di situ, Siti akhirnya mampu meyakinkan warga setempat bahwa lamun akan memberi penghidupan baru bagi mereka. Laut Bintan pun tersenyum dan bisa bernapas lebih lega, sebab sakit yang selama ini ia peram kini mendapat penawar. Dari sekian luasnya laut yang pesakitan, laut Bintan sungguh bernasib mujur.  


💦Sadar Fungsi Hingga Dimulainya Aksi Lamun Warrior💦

Bila sudah cinta, tentu kita tau dan paham dengan segala seluk beluk yang dicinta. Demikianlah Siti, kecintaannya terhadap lingkungan khususnya laut membuatnya melek soal apa dan bagaimana cara ambil bagian dalam melestarikan laut. 

 “Bahkan lamun 35 x lebih cepat menyerap karbon dibandingkan hutan tropis, Mbak”, terangnya. 

Aku terpana mendengar penjelasannya tentang peran lamun terhadap ekosistem dan biota laut. Meski hanya sekelas rumput, tapi fungsinya sangat fiskal sekali untuk kelestarian laut dan semua unsur yang ada di dalamnya. Lamun merupakan bagian dari tiga ekosistem laut. Ia adalah tanaman laut yang memiliki akar, rimpang, daun, bunga dan buah yang bisa tumbuh terbenam di perairan dangkal sepanjang pantai. Untuk kita ketahui bersama, lamun bisa menjadi habitat dan sumber makanan bagi banyak biota laut seperti ikan, penyu, udang, teripang dan dugong. Lamun adalah rumah, juga tempat pembibitan. Itu artinya, semakin lestari lamun, semakin sehat pula pertumbuhan dan kehidupan makhluk laut. 

Selain itu, akar dan rimpang lamun yang saling mengikat berfungsi menstabilkan sedimen yang mampu menahan arus, sehingga garis pantai bisa terlindungi dari erosi dan abrasi. Tau sendirikan gimana akibatnya bila abrasi terjadi? Daratan dan pulau mengecil bahkan terancam tenggelam, ekosistem pesisir bisa rusak bahkan mampu menghilangkan habitat ikan. Dalam jangka panjang, manusia bisa kehilangan sumber makanan dan mata pencaharian nelayan pun bisa terganggu. 

Lebih lanjut, lamun juga berfungsi sebagai media filtrasi yang mampu menjernihkan air laut. Ia bekerja menyerap debu-debu yang terdapat di permukaan laut. Semakin jernih air laut, semakin sehat pula lingkungan hidup organisme yang ada di dalamnya. Fungsi ekologis lain ialah lamun sebagai mitigasi perubahan iklim dan penyerapan karbon yang jauh lebih efektif dibanding mangrove. Ia menangkap dan menyerap karbon dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Karbon yang diserap digunakan sebagian untuk energi dan sebagiannya lagi disimpan dalam jaringan tubuhnya dalam bentuk biomassa, di mana biomassa ini dapat bertahan lama di dalam sedimen dan tidak kembali ke atmosfer. Dengan diserapnya karbon lebih banyak, pemanasan air laut akan berkurang, cuaca pun akan lebih adem. 

Namun semua manfaat lamun ini akan tidak berguna jika masyarakat masih terus abai akan keberadaannya karena minimnya pengetahuan. Untuk itulah Siti Nurrohmatijannah menyusun strategi untuk membuka mata dan wawasan warga setempat. Sebelumnya, Siti telah mendirikan sebuah komunitas bernama Lamun Warrior pada tanggal 1 Maret 2020, di mana kegiatan dari komunitas ini adalah memberikan edukasi ke semua lapisan masyarakat tentang lamun dan urgensinya bagi laut dan manusia. 

Maka saat menginjakkan kaki di Bintan, Siti merasa sudah saatnya Lamun Warrior melakukan aksi nyata, bukan lagi sekedar edukasi saja. Ia mengawali semua dengan mencari teman yang sefrekuensi untuk membantunya menjalankan misi ini. Tepat di tanggal 28 Oktober 2023, Siti bersama para pemuda Bintan memulai aksi perdananya menanam lamun, pertama di Indonesia. Para anak muda ini sepakat berkolaborasi dengan Siti untuk melakukan budidaya lamun dan siap lahir batin menghadapi segala resiko dan tantangan ke depan. Hingga akhirnya pada tanggal 27 September 2024 Lamun Warior resmi berdiri sebagai yayasan, di mana ia merupakan komunitas sosial konservasi yang fokus pada pembudidayaan lamun di wilayah Teluk Bakau, Pulau Bintan.  

💦Langkah Strategis Dalam Memulai Pergerakan💦

“Jelas penolakan!” Begitu jawaban Siti saat kutanya bagaimana respon warga sekitar atas pergerakan yang baru saja dimulai ini. 

Aku bisa memaklumi, sebab melakukan pembaharuan itu tentu tak mudah. Apalagi yang berkaitan dengan kebiasaan dan mindset yang telah mengakar turun temurun. 

“Butuh waktu 6 bulan, Mbak untuk gerakan ini bisa diterima”, kenang gadis yang hobi eksplor hal baru ini. 

Sembari mulai bergerak menanam lamun, pelan-pelan Siti mengadakan edukasi terkait peran penting lamun di laut pantai, mulai dari kalangan anak-anak, remaja hingga dewasa. 

Memberikan edukasi lamun pada anak-anak dan remaja

Awalnya, sebagian besar sungkan untuk ikut serta, karena belum yakin kalo lamun sebermanfaat itu. Bahkan warga setempat cenderung tidak mendukung aksi ini karena lamun itu harus ditanam. Kayak buang-buang waktu aja menanam rumput di dalam air. 

Namun bukan perjuangan namanya kalo tak melalui jalan terjal. Siti menanggapi semua ini dengan kepala dingin dan dada yang lapang. Ia dan para relawan lamun terus saja bergerak demi membuktikan bahwa budidaya lamun bisa mengubah keadaan ekologi maupun ekonomi, sebab lamun bukanlah sembarang rumput. 

“Konsistensi. Kita tetap rutin melakukan penanaman tiap 3 bulan sekali”, ungkap gadis 27 tahun ini. 

Ia seorang gadis yang pantang menyerah. Kalau sudah terjun, prinsip konsistensi wajib dipegang erat. Terbukti, seiring berjalannya waktu, anak-anak dan remaja mulai terlibat dalam kegiatan ini. Bahkan beberapa relawan datang menawarkan diri meski bukan berdomisili di sekitar Teluk Bakau, Pulau Bintan ini. 

Relawan Lamun
penanaman lamun bersama-sama

Pembudidayaan diawali dengan mengambil benih lamun, dibuahi lalu dibudidayakan di darat. Ketika sudah layak tanam, para warrior ini akan melakukan penanaman bersama. Di samping itu, untuk memudahkan edukasi, Siti juga memanfaatkan media sosial untuk kampanye budidaya lamun dengan memposting berbagai kegiatan yang sedang mereka kerjakan. Agar semakin luas jangkauan masyarakat yang tercerahkan dan tersadarkan.  

Sementara, untuk menaklukkan hati emak-emak pesisir, Lamun Warrior melakukan pendekatan secara ekonomi. Tau sendiri psikologi emak, kalo sudah menyentuh ranah ekonomi, pasti responnya lebih gesit. Jadi, Lamun Warrior mengadakan pelatihan tenun yang diolah dari serasah (sampah) lamun. Sebelumnya para warrior ini sudah membangun Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang nantinya akan digunakan untuk menenun olahan sampah lamun. 

💦Dari Prinsip Kolaborasi, Sampah Laut Menjadi Sebuah Mahakarya💦

Akan tiba masanya lamun itu mati dan gugur dari habitatnya, lalu terdampar ke tepian pantai. Ia akan menjadi tumpukan sampah yang bagi sebagian besar orang menganggapnya sudah tidak berguna lagi. 

“Bagi saya ini sampah. Sampah rumput-rumput laut gitu”, kata seorang ibu ketika salah seorang Lamun Warrior menunjukkan serasah (sampah) lamun yang berserakan di pasir pantai. 

Serasah Lamun
pengambilan serasah lamun di tepian pantai

Kemudian sang warrior berpindah ke kerumunan ibu-ibu yang ada di sekitaran pantai. Mereka berpendapat yang sama dengan ibu-ibu yang pertama. Mendapati opini ini, Siti kemudian berkolaborasi dan saling support dengan techno4hope untuk memberikan pelatihan tentang bagaimana mengolah serasah lamun menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis. 

Awalnya pelatihan ini diikuti oleh 10 ibu-ibu pesisir. Mereka dibimbing oleh seorang pengrajin tenun dari bahan alami seperti serat nanas, pelepah pisang, dll. Kali ini, para peserta pelatihan diajarkan untuk menenun serasah lamun menjadi SULAM (Sutra Lamun). Pelatihan ini berlangsung sekitar enam hari, diawali dari sesi ngobrol bersama ibu-ibu pesisir yang membahas tentang harapan mereka dengan adanya program pelatihan ini. 

Di hari kedua, barulah ibu-ibu ini dibimbing untuk mulai mengolah serasah menjadi sebuah produk yang bernilai. Sebelumnya, para relawan lamun mengambil dan mengumpulkan serasah lamun dari tepi pantai lalu menyetorkannya ke bank lamun. Dari bank lamun, serasah-serasah ini diangkut untuk kemudian diolah oleh ibu-ibu pesisir.

Proses Pengolahan Serasah Lamun
Siti dan ibu-ibu pesisir,
sedang melakukan proses pengolahan serasah lamun.
Diolah dengan penuh bahagia 


Selama kegiatan, para peserta terlihat antusias dan sangat tekun mengikuti setiap langkah pengolahan. Air mukanya mengisyaratkan kekaguman akan inovasi yang tak pernah disangka sebelumnya. Lihatlah, sampah rumput laut itu kini telah menjelma rompi yang elegan. 

Sutra Lamun
dari sampah laut menjadi sebuah karya yang bernilai ekonomis

“Inilah prinsip economi circular itu”, ujar Siti tersenyum puas.

Lamun yang ditanam dapat memulihkan kesehatan laut, sedang serasahnya menjadikan ibu-ibu berdaya dan menghasilkan. Sebuah kolaborasi yang saling menguntungkan. Sehatnya laut menjadi tolak ukur kelestarian biota dan ekosistem serta keberlangsungan hidup manusia. 

Lamun Kalkulator, Bukti Keseriusan Budidaya Lamun

“Sebab setiap helai daunnya adalah harapan baru untuk laut”, tutur Siti, si gadis energik berwajah manis ini. 

Ya, ia dan teman-teman lamun tak hanya fokus pada penanaman saja, tapi juga melakukan monitoring lamun secara berkala, mulai dari mengukur panjang daun hingga memastikan bahwa lamun yang ditanam tumbuh dengan baik dan tetap terjaga. Lamun dirawat dan diperlakukan bak anak sendiri. Sampai saat ini, Lamun Warrior tercatat telah menanam lebih dari 15.000 lamun di perairan Bintan, Kepulauan Riau. Bahkan luas jangkauannya kini telah mencapai satu hektar. Amazing!



“Gimana cara memprediksi ini semua, Mbak?” tanyaku polos.

“Kita punya aplikasi Lamun Kalkulator, Mbak. Memang saat ini aplikasinya masih berbasis web sih, tapi itu sudah sangat membantu dalam membuat perhitungan lamun di kawasan ini”, terang gadis alumni Magister UI ini. 

Jujur, aku sampe speechles dengan keterangan ini semua. Seserius itu ia ambil bagian untuk membantu pemulihan laut, tanpa digaji. Bahkan ia mengajak berbagai pihak berkolaborasi untuk mendukung dan berkontribusi dalam program ini, seperti NGO, resort, BUMN, dan pihak-pihak swasta lainnya. Penasaran? Silakan silaturrahim langsung ke webnya lamunwarrior.org.

💦Dedikasi Tanpa Pamrih, Raih Apresiasi💦

“Namanya juga volunteer, kadang kerja sambil ketawa, kadang capek tapi hati bahagia. Kami datang bukan bawa banyak uang, tapi bawa semangat, tawa dan niat bantu masyarakat dan jaga lingkungan. Kadang salah jalan, kadang salah alat, tapi yang penting niat kami gak salah, ingin memberi manfaat walau cuma secuil. Bersama teman-teman seperjuangan, setiap peluh jadi cerita, dan setiap canda jadi kenangan. Karena jadi relawan itu bukan tentang sempurna, tapi tentang peduli dan seru bareng-bareng”, demikian ungkapan salah seorang Lamun Warrior di postingan Instagramnya. 

Betapa beruntungnya Siti punya tim yang sefrekuensi dengannya. Kepedulian, rasa cinta pada lingkungan yang sehat, pun rasa tanggung jawab untuk menjaga alam membuat ia dan relawan lamun lainnya berani berbuat tanpa basa basi, meski harus berkorban segenap jiwa dan raga. Tapi Tuhan tak pernah abai dengan ikhtiar hambaNya. Tidak ada balasan kebaikan melainkan kebaikan pula. Takdir telah membawa Siti Nurohmatiljannah Setiawan ini pada sebuah capaian apresiasi yang tak pernah dibayangkan selama ini. 

Pada tahun 2024 lalu, ia berhasil menerima penghargaan SATU Indonesia Awards atas dedikasinya terhadap laut Bintan, pun atas kegigihannya merangkul semua kalangan untuk bersama memberi dampak pada alam yang Tuhan wariskan. Penghargaan ini diinisiasi oleh PT Astra International Tbk yang sejak tahun 2010 silam rutin memberi perhatian dan dukungan terhadap anak muda yang berinovasi dan peduli pada lingkungan, kesehatan, kewirausahaan, pendidikan dan teknologi. 

SATU Indonesia Awards
Para finalis SATU Indonesia Awards 2024


💦Finally, SULAM Go International💦

Apa yang telah dicapai gadis 27 tahun ini tidaklah membuat ia berhenti bergerak. Karena tujuan dari gerakan ini bukanlah sekedar pengakuan, tetapi bagaimana program baik ini terus berjalan berkesinambungan untuk keberlangsungan makhluk hidup. Pengolahan serasah lamun kini telah menjadi mata pencaharian baru bagi warga pesisir perairan Bintan khususnya kalangan perempuan. Tangan-tangan terampil mereka telah menyulap Sutra Lamun (SULAM) menjadi berbagai bentuk produk fashion seperti tas, baju, rompi dan lainnya. 

And you know what? Tanggal 28 September sampai 5 Oktober 2025 lalu, SULAM telah menjadi bagian dari EXPO terbesar di dunia, yakni OSAKA, KANSAI, JAPAN EXPO 2025.

Japan, Expo 2025

Serasah lamun kering yang disulap jadi eco-friendly fashion tersebut telah menginspirasi banyak pihak yang berkunjung ke stand EXPO itu. SULAM bukan hanya sekedar produk, tapi tentang keberlanjutan dan kepedulian terhadap alam. SULAM juga menjadi sebuah cerita dari kayanya nilai Indonesia. 

Produk SULAM Japan Expo
hasil tangan-tangan perempuan pesisir

Aku benar-benar takjub akan inovasi tanpa batas ini. Anak-anak muda Indonesai ini telah membuat harum nama bangsa di kancah internasional. I’m proud of you Mbak Siti dan para warriornya. 

Sebagai penutup kisah ini, Siti menyampaikan harapan agar kiranya kita sebagai manusia jangan pernah berhenti untuk mencintai alam. Berbuatlah, walau cuma secuil. Sebab yang secuil itu akan memberi harapan baru bagi setiap helaan napas kehidupan. Tak lupa Siti juga mengajak siapa saja untuk ikut berkontribusi dalam budidaya lamun ini, baik sebagai relawan, mitra lamun maupun menjadi pendonor lamun. Mari #SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia


Desclaimer:

- Tulisan ini diikutkan dalam lomba menulis Anugerah Pewarta Astra 2025

- Kredit poto: istimewa




Tidak ada komentar

Posting Komentar